RSS

SEBENARNYA

" kalo ngetik jangan kayak ngetik teks proklamasi dek" kata mbak sembari melipat baju
"emang kelihatan seperti itu ya mbak?" tanyaku dengan membalikkan badan
" iya, mungkin kalo pas kemerdekaan kamu uda lahir, pose kamu saat ini itu, kamu kayak sayuti melik versi perempuan"
"hahaha , ngaco kamu mbak" jawabku sembari membalikkan badan lagi seperti semula
" memangnya sedang mengetik apa?"
" hahah .... entahlah mbak .... "
" ngeblog lagi?"
" begitulah ... "
jemariku masi tak berhenti untuk mengetik jajaran abjad di papan hitam ini. menuliskan apa yang ada di pikiranku, menuliskan apapun yang ada di hatiku. sebenarnya aku tak punya bakat menulis, aku lebih berbakat untuk berbicara, tapi sepertinya aku tak punya waktu banyak untuk berbicara dengan banyak orang, jadi lebih baik ku tuangkan semuanya disini.
"haaah .... " aku menghela nafas seperti sedang melonggarkan dada ketika asma.
"kenapa? kok gitu nafasnya?"
" gak dapet feelnya , sampe ditengah tengah pasti macet"
" hahaha kalo uda macet, jangan dipaksa, tinggalin aja, kalo uda mood, baru dilanjut"
"aku harus menyelesaikannya, aku ingin tulisanku selesai"
" tulisan itu gak bisa dipaksa dek, kalo emang susah jangan dipaksa"
" bukan memaksa mbak, tapi memang aku ingin ini jadi"
" hmmm ... iya  uda terserah kamu" katanya sambil berlalu ,
aku mulai mengetikkan kembali kata perkata, kalimat perkalimat yang terangkai dalam pikiranku, pikiranku melayang ke 2 minggu yang lalu, ketika aku terduduk berdua di dapur bersama eyang putri , seperti biasa aku memang selalu  terbangun pagi daripada mbak. biasanya setelah sholat subuh , jika aku tak bisa tidur aku akan mengobrol dengan eyang putri sembari minum kopi. mengobrol tak banyak terkadang mengobrol masalah kerjaan , atau tentang masa depan , namun kali ini bukan masalah keduanya.
" memangnya belom ada yang nyantol?" tanya eyang putri sembari mengupas bawang merah.
"nyantol apanya yang?" tanyaku berhenti sejenak menyeruput kopi di cangkir bergambar kapal warna merah ini
" iya kamu kan umurnya uda 20thn , mbok ya o sama ngelirik ngelirik mas masnya"
" hahaha , ngelirik? uda di pelototin sebenernya yang "
" lalu? ada yang cocok?"
aku hanya menggeleng kepala,
" ya ada si yang , cocoknya menurut versiku, kalo cocok sama mamah, sama sekali belom ada"
"kata kata mamahmu aja kok mbog gatek , dari dulu mamahmu itu kan punya "selera"nya sendiri"
aku tersenyum, sembari memainkan bibir cangkir didepanku dengan telunjuku,
" lha sampai kapan kamu akan mencoba "dewasa" jika tak mencoba untuk "memulainya" "
aku berfikir sejenak, menghela nafas ,mengangkat bahuku dan tertawa lepas.
" aku masi umur 20thn yang, aku masi muda ... aku masi belum ingin segera menikah"
"eyang dulu menikah umur 19thn , mamahmu menikah umur 19thn, mbakmu itu juga menikah di usia 19thn, seumuran kamu uda punya anak satu, memang kamu itu belum bisa dewasa"
"aku tak ingin yang, aku tak ingin seperti  mamah, aku tak ingin seperti mbak juga,aku tak ingin seperti mereka"
" kenapa? takut gagal seperti mamahmu? atau takut tersengal sengal seperti mbakmu itu?"
aku tersenyum " entahlah yang, pokoknya aku masi ragu, toh juga kalaupun menikah ,  menikah dengan siapa? pacar saja tak punya, mamah kan gak boleh aku pacaran , eyang juga seperti itu"
"bukannya tak boleh, mamahmu cuma terlalu sayang sama kamu nduk"
"bukan sayang eyang, mungkin lebih ketakutan yang berlebihan"
"  bukan... bukan seperti itu, mamahmu cuma pengen yang terbaik buat kamu, dan yang jelas , mamah tak ingin kamu tersakiti dan dijadikan permainan laki laki nduk"
"tapi gak semua laki laki akan mempermainkan yang, buktinya eyang kakung? om,pakde,mas  dan masi banyak laki laki disana yang sangat mencintai pasangannya?" kataku mengangkat cangkir dan meniupinya
"mamah terlalu di bayangi masalalu yang.... tak semua laki laki seperti papah" kataku sembari menyeruput kopi itu lagi
"mamahmu itu suda tau yang terbaik buat kamu..."
"tau dari mana yang? terkadang aku malu seperti perawan tua saja yang tak punya pasangan di usia 20thn,apakah eyang dulu juga melarang mamah seperti itu?"kataku sambil meletakan cangkir diatas piring kecil.
" Tidak .... eyang tidak melarang"
"lantas? apa latar belakang mamah melarangku berpacaran?tak adil jika mamah memperlakukanku sperti ini sedangkan mamah dulu diberi kebebasan"tanyaku sedikit dengan nada tinggi
"beda nduk ..."
"apa bedanya??"
"karena mamahmu suda tak punya tiang penyangga lagi, jika terjadi sesuatu kepadamu, mamahku akan menangis kepada siapa?eyang? eyang suda tua...., dulu masi ada eyang kakungmu , lha sekarang?"
aku diam ... mengatur nafas , dan menatap nanar kepada eyang, sudah jawaban yang amat cukup jika jawabnya tak ada papah disini, aku menyadari, aku mengerti... aku mengerti keadaannya sekarang.
" lagi pula ... kamu berbeda dengan kakakmu nduk, mamah berfikir kamu lebih lugu darinya, mamah tak ingin kamu tersakit ... karena mamahmu juga pernah mengalaminya"
eyang hanya tersenyum "kamu tau?berapa orang laki laki yang mencintai mamahmu dulu? banyak sekali, ada yang bernama Jatmiko, sudah ganteng , kuliah didokteran UGM , sayangnya sama mamahmu itu , sampai setengah mati, jarak antara jogjakarta ngawi itu kayak sini pasar paron saja, setiap ada kesempatan mampir kerumah, hampir seminggu sekali  mampir."
"lha memang rumahnya om jatmiko itu dimana yang?"
"Surabaya,... kalo gak salah... eyang juga suda lupa nduk"
"lalu? kenapa mamah gak jadi sama om jatmiko? karena kalo diengar cerita eyang , om jatmiko suda sangat masuk kriteria mamah, iya kan yang?"
eyang tersenyum, " beda agama... " ucapnya sembari memotong bawang merah
"oowwhh ...pantess" jawabku dan menyudahi rasa penasaranku,
kalo memang jawabnya seperti itu , dalam keluarga kami punya 2 prinsip yang suda tidak bisa di tolelir lagi, yang pertama hati yang mendua , dan beda agama. kalo hati yang mendua , jelas ... suda tak termaafkan lagi.
tp jika berbeda agama , itu suda tidak bisa ditawar, bagaimana bisa , kita menjalani hidup semati dengan seorang yang mempunyai pandangan yang berbeda dengan kita?bagaimana bisa kita menjalani hidup dengan orang orang yang berpola fikir berbeda?apa lagi dengan pedoman yang berbeda? cara berdoa berbeda, dan mempunyai Tuhan yang berbeda? batu besar yang tak mampu untuk di gempur meskipun di tetesi ber liter liter air hujan. tak bisa, benar benar tak bisa ...
" akhirnya?"
" ya... akhirnya mamahmu menikah dengan papahmu, yang bikin eyang nangis itu, ketika om jatmiko datang memenuhi janjinya dateng kerumah, entah dengan niat bagaimana , pas saat mamahmu menikah, padahal om jatmiko gak tau, kalo hari itu mamahmu menikah."
aku hanya memringiskan hidungku, membayangkan saja aku tak berani , apa lagi untuk mencoba merasakan apa yang om jatmiko dulu rasakan,sakitnya akan luar biasa.
" jangan jangan om jatmiko ingin pindah agama dan melamar mama, yang?"
" entahlah ... eyang juga tak tau sampai sekarang,mungkin memang itu tadi ..... "tidak jodoh""
aku hanya tersenyum ....
"lalu , papah yang?bukankah papah dulu juga memeluk agama nasrani?"
"bagaimana kamu bisa tau?"
" seingatku dulu eyang ti ( eyang dari papah) punya pohon natal besar sekali diruang tamu,lagi pula bukankah nama belakang papah , chrismanto?dari kata Chrismast kan?"
" hahaha kamu memang tumbuh sebegitu besarnya.Sayang, papahmu tidak menyaksikan anak perempuannya suda menjadi dewasa, iya memang, tapi papahmu suda tergila gila dengan mamahmu, mau melakukan apapun demi mamahmu, termasuk pindah agama itu, satu keluarga dulu yang masuk islam cuma papah kamu saja nduk, sampe eyang ti mu dulu juga marah sama papahmu dulu, tapi akhirnya batu juga kan lapuk jika tertetesi air terus menerus,"
"tapi yang, apa mamah juga cinta om jatmiko?"
" mamahmu itu orangnya keras,mamah itu bukan tipe orang yang mau mencintai sepenuh hati nduk, mamahmu tak akan menangisi laki - laki jika ditinggal pergi yang ada mamahmu yang meninggalkan laki - laki, bukan karena mamahmu tak cinta,tapi secinta apapun dia , dia bukan wanita yang mencintai tanpa logika nduk"
" aku tau ... yang" sembari menghela nafas panjang
" suda ... airnya uda panas, buruan mandi ,uda jam 6 ..."
aku tersenyum dan beranjak ke kamar mandi, sampai ke kamar mandipun , pikiraku mas membayangkannya , bagaimana om jatmiko menjalaninya sesudah kejadian itu, betapa sakitnya yang beliau rasa dulu, tak ada apa apaya di bandingkan denganku..

0 komentar:

Posting Komentar