ku matikan mesin motor meticku di sebuah bangunan rumah mewah dengan gaya khas jaman dulunya, pohon cemara di kedua belah sisi jalan berbata yang sudah terhiasi dengan lumut lumut menghijau, tak perlu ku salam , karena aku sudah seperti dirumah sendiri disini,
"mah .... masak apa?" tanyaku sambil membawa semanci sayur capchai kesukaan mas andika dan mas Arif,
"uwalah .. kamu to nduk, bawa opo kuwi? mamah sri masak jangan bobor ( sayur bobor) , katane pakde tadi pengen jangan bobor"
"hahaha ini capchai mah, tapi gak ada ikane, mas arif ma mas andika gak pulang mah?"
"ogak nduk kayake, mas arif pulange nek gak minggu paling paling senin"
"owh ... "tanyaku mendeoh dan duduk di kursi dan menunggu mamah sri sedang masak., mamah sri adalah putri kedua dari saudara jauh dari keluarga eyang (aku manggilnya ibuk) karena banyak sekali saudaranya jadi kalo tepatnya aku gak tau hubungan kami apa, karena uda dari kecil, kebiasa panggil mamah, jadi ya sampe segedhe pohon pisang panggilnya juga gitu, entah kenapa aku lebih care dan ngrasa nyaman dengan mamah sri daripada dengan mamahku sendiri ( yang brojolin aku ke dunia yang penuh warna ini ) ya mungkin karena mamah punya pemikiran yang sedikit lebih "lama" daripada mamah sri, mungkin bisa dibilang mamah sri lebih tau aku secara pribadi daripada mamah, memang suka , aku sangat amat suka berbincang dengan beliau, kalo bicara sama mamah sri itu istilahnya kalo brangkat panas, pulang jadi adem.
Ada sesuatu yang aku bicarakan dengan beliau, mungkin bukan berita baru, tapi aku must wajib dan lapor , jika ada yang terjadi apapun kepadaku,
singkat cerita aku sudah membicarakan tentang apa yang sudah terjadi , aku berjanji kepada diriku sendiri, untuk mamah sri adalah orang terakhir yang akan mendengar ceritaku sebelum ku tutup lembaran hatiku , dan memulainya dengan lembaran yang baru.
mamah mengajaku duduk diteras, ternyata hujan sedang menyirami pelataran rumah asri, dan sepi , rumah yang dibangun jaman era 40an, gagah ini, hanya di huni oleh 2 orang saja, semenjak kepergian eyang putri,50hari yang lalu, serasa hampa memang, namun aku suka dengan rumah ini, suasananya mampu menenangkan, aku tidur dipangkuan mamah, sedikit berat kepalaku, mamah tak berkomen apapun hanya mengatakan sesuatu dengan tenang dan jiwa keibuan yang selalu kurasakan
" sekarang pasrahkan saja semuanya sama ALLAH, Rejeki, hidup, mati, jodoh, semuanya sudah tercatat dengan rapi nduk, kamu tinggal ngejalani, "
"iya mah ... tapi nyerinya masih ada mah, ... sakit ya ternyata?"
mamah sri tersenyum dan berkata sembari mengusap kepalaku,
"kamu berapa tahun sama dia?"
"belum ada 1 tahun mah, hampir sih tinggal 17 hari lagi"
mamah sri tersenyum lagi
"alah ... buat mamah itu kecil ... gak ada seujung kuku yang kamu rasakan nduk, kamu tau mamah sri dulu maha 17tahun .... "
"sama papah mah???waaw????" aku terbangun dari pangkuan dan menatap wajah mamah lekat - lekat
"bukan ... tapi sama Om drajat "
"om drajat???"
beliau menghela nafas sebentar lalu , matanya berbinar menerawang di dalam hujan, aku melihat luka yang amat dalam tersinar dari wajahnya,
" mamah dulu 17thn menjalin hubungan dengan om drajat, kamu nduk baru 1 tahun gak genep, gak ada papanya, llha mamah? 17thn ... "
"sakit banget pasti ya mah?"
"mungkin kalo digambarkan hati mamah waktu itu , hati mamah cuma tinggal pinggir pinggirnya saja, dalemnya , sudah tak ada lagi, sakit yang luar biasa nduk, selama 17thn mamah menjalin hubungan , eyang ti sama eyangkungmu dulu juga tau, kamu tau? setiap malam minggu om derajat pasti ngapel kerumah, sudah kenal baik dengan keluarga mamah, dan kalo di bilang om derajat sama mamah itu, uda dapet restu dari kedua belah piha, uda gak ada penghalang lagi, dan kau tau nduk betapa gantengnya om derajat itu, mungkin jika tidak ganteng, tidak mapan, dan tidak punya intelegensi yang bagus mamah dulu gak mau sama om derajat " matanya benar-benar memancarkan sesuatu yang masi tertinggal sampai saat ini, aku tau itu dari sorot matanya,
"terus kenapa mamah , gak jadi sama om derajat?"
"belum jodoh nduk ... ya sperti yang mamah tadi bilang, rejeki, jodoh, mati, hidup itu di tangan Allah, kita tinggal menjalani"
"dan mamah mampu bakit dari keterpurukan itu mah?? mah .. itu bukan luka kecil mah, aku tau betul bagaimana rasanya, aku saja yang hanya seujung kuku bagi mamah, ini sudah amat sangat menyiksa"
" iya memang,karena mamah menginginkan om derajat selangkah lebih maju, tapi ternyata om derajat tidak mau, mamah mendapatkan pengkhianatan nduk ,"
"pengkhianatan mah,??" akus edikit tidak mengerti, usia hubungan selama 17thn masi tega untuk adanya pengkhiatanan? aku sempat berfikir jika om derajat itu sakit, benar benar benar sakit , ya ... mungkin tepatnya sakit jiwa, kurang apa coba mamah sri? mamah itu cantik, putih, orang mampu dalam materi mungkin malah berlebihan , keturunan darah biru kalo dulu orang bilang, tapi kenapa ???mamah kembali mengembangkan senyumnya
"ternyata om derajat sudah menikah 2 tahun yang lalu"
astaga !!! ini jauh jauh lebih sakit berjuta kali lipat yang kurasakan kemarin ,
aku berkaca - kaca mendengarnya
"mamah tau dari mana?" tanyaku masi penasaran
" seminggu setelah perasaan mamah tak enag, ada perubahan sikap yang terjadi pada om derajat, dan om derajat selalu mengelak jika mamh membahas tentang lamaran atau pernikahan , mamah bohong nduk sama eyang tie, sama eyang kakung, mamah nekat ke surabaya,mamah terlusuri , dan pengen tau kenapa dia sperti itu, wong namanya sebuah hubungan itu haruspunya tujuan yang real, karena mamah ngerasa kalo pacaran 17thn itu uda sangat cukup , dan tak terlalu dini untuk melangkah ke pelaminan,nduk , dengan naik bis terus mamah selidik terus sampe naik becak dulu nduk ,po mene dulu belomada hape nduk, tapi mamah wis bener bener nekad, mamah harus dapat jawaban hari itu juga "
aku benar benar melihat diriku pada mamah saat itu,
" terus mah?" aku terpaku melihat cerita mamah , sperti anak kecil yang sedang dibacakan cerita dongeng,imajinasiku mulai bermain, aku sudah membayangkan kota surabaya jaman dahulu, padahal aku belum pernah tau sperti apa kota surabaya itu, tapi aku benar benar sperti menonton film klasikal, seperti film jaman ongky alexander sama paramita rosadi masi pacaran.
" ya setelah mamah telusur telusur nduk, ternyata mamah ketemu, dan kamu tau nduk, ternyata om derajat uda punya putra 2 , mamah uda tau jawabne semuan nduk, sing mamah sesali, ngapa dia tego mbohongi mamah sejauh itu?mamah sampe sulit menata kembali hidup mamah , nduk , tapi mamah must tetep berjalan nduk tetep , mamah hars punya jodo dan buka lembaran baru, walaupun sesakit apapun dan sesusah apapun berjalan,dan sekarang , mamah malah sama papah , suami terbaik buat mamah, dan cuma papah yang mampu mengobati luka mamah saat itu, ternyata pilihan Allah lebih baik dari pilihan mamah kan?" wah .. mungkin kalo dijaman era sekarang cerita mamah sri ini uda aku rekomendasikan ke reality show termehek mehek. bener bener suatu kenangan masa lalu yang sulit dilupakan. aku tetap diam dan tak mampu untuk berkata, aku merasa malu dengan diriku sendiri, seperti ditampar rasanya, sadarku sulit, mengertiku benar benar perlahan,
"makanya , sekarang, tenang aja, wong jalanmu masi panjang, ya? sekarang dibungkus rapi, di tali , kalo perlu digembok dan dikunci, dan sekarang beli buku baru dan membuka lembaran baru, nduk " katanya sembari mengusap kepalaku
ku seka air mataku , aku tersenyum ,dan mengangguk mengerti sekarang. bahwa sanya, sesuatu yang terbaik bagi kita, belum tentu menjadi jalan terbaik juga yang diberikan kepada kita. kita pasrahkan semua sesuai dengan kehendaknya ^^d
"mah .... masak apa?" tanyaku sambil membawa semanci sayur capchai kesukaan mas andika dan mas Arif,
"uwalah .. kamu to nduk, bawa opo kuwi? mamah sri masak jangan bobor ( sayur bobor) , katane pakde tadi pengen jangan bobor"
"hahaha ini capchai mah, tapi gak ada ikane, mas arif ma mas andika gak pulang mah?"
"ogak nduk kayake, mas arif pulange nek gak minggu paling paling senin"
"owh ... "tanyaku mendeoh dan duduk di kursi dan menunggu mamah sri sedang masak., mamah sri adalah putri kedua dari saudara jauh dari keluarga eyang (aku manggilnya ibuk) karena banyak sekali saudaranya jadi kalo tepatnya aku gak tau hubungan kami apa, karena uda dari kecil, kebiasa panggil mamah, jadi ya sampe segedhe pohon pisang panggilnya juga gitu, entah kenapa aku lebih care dan ngrasa nyaman dengan mamah sri daripada dengan mamahku sendiri ( yang brojolin aku ke dunia yang penuh warna ini ) ya mungkin karena mamah punya pemikiran yang sedikit lebih "lama" daripada mamah sri, mungkin bisa dibilang mamah sri lebih tau aku secara pribadi daripada mamah, memang suka , aku sangat amat suka berbincang dengan beliau, kalo bicara sama mamah sri itu istilahnya kalo brangkat panas, pulang jadi adem.
Ada sesuatu yang aku bicarakan dengan beliau, mungkin bukan berita baru, tapi aku must wajib dan lapor , jika ada yang terjadi apapun kepadaku,
singkat cerita aku sudah membicarakan tentang apa yang sudah terjadi , aku berjanji kepada diriku sendiri, untuk mamah sri adalah orang terakhir yang akan mendengar ceritaku sebelum ku tutup lembaran hatiku , dan memulainya dengan lembaran yang baru.
mamah mengajaku duduk diteras, ternyata hujan sedang menyirami pelataran rumah asri, dan sepi , rumah yang dibangun jaman era 40an, gagah ini, hanya di huni oleh 2 orang saja, semenjak kepergian eyang putri,50hari yang lalu, serasa hampa memang, namun aku suka dengan rumah ini, suasananya mampu menenangkan, aku tidur dipangkuan mamah, sedikit berat kepalaku, mamah tak berkomen apapun hanya mengatakan sesuatu dengan tenang dan jiwa keibuan yang selalu kurasakan
" sekarang pasrahkan saja semuanya sama ALLAH, Rejeki, hidup, mati, jodoh, semuanya sudah tercatat dengan rapi nduk, kamu tinggal ngejalani, "
"iya mah ... tapi nyerinya masih ada mah, ... sakit ya ternyata?"
mamah sri tersenyum dan berkata sembari mengusap kepalaku,
"kamu berapa tahun sama dia?"
"belum ada 1 tahun mah, hampir sih tinggal 17 hari lagi"
mamah sri tersenyum lagi
"alah ... buat mamah itu kecil ... gak ada seujung kuku yang kamu rasakan nduk, kamu tau mamah sri dulu maha 17tahun .... "
"sama papah mah???waaw????" aku terbangun dari pangkuan dan menatap wajah mamah lekat - lekat
"bukan ... tapi sama Om drajat "
"om drajat???"
beliau menghela nafas sebentar lalu , matanya berbinar menerawang di dalam hujan, aku melihat luka yang amat dalam tersinar dari wajahnya,
" mamah dulu 17thn menjalin hubungan dengan om drajat, kamu nduk baru 1 tahun gak genep, gak ada papanya, llha mamah? 17thn ... "
"sakit banget pasti ya mah?"
"mungkin kalo digambarkan hati mamah waktu itu , hati mamah cuma tinggal pinggir pinggirnya saja, dalemnya , sudah tak ada lagi, sakit yang luar biasa nduk, selama 17thn mamah menjalin hubungan , eyang ti sama eyangkungmu dulu juga tau, kamu tau? setiap malam minggu om derajat pasti ngapel kerumah, sudah kenal baik dengan keluarga mamah, dan kalo di bilang om derajat sama mamah itu, uda dapet restu dari kedua belah piha, uda gak ada penghalang lagi, dan kau tau nduk betapa gantengnya om derajat itu, mungkin jika tidak ganteng, tidak mapan, dan tidak punya intelegensi yang bagus mamah dulu gak mau sama om derajat " matanya benar-benar memancarkan sesuatu yang masi tertinggal sampai saat ini, aku tau itu dari sorot matanya,
"terus kenapa mamah , gak jadi sama om derajat?"
"belum jodoh nduk ... ya sperti yang mamah tadi bilang, rejeki, jodoh, mati, hidup itu di tangan Allah, kita tinggal menjalani"
"dan mamah mampu bakit dari keterpurukan itu mah?? mah .. itu bukan luka kecil mah, aku tau betul bagaimana rasanya, aku saja yang hanya seujung kuku bagi mamah, ini sudah amat sangat menyiksa"
" iya memang,karena mamah menginginkan om derajat selangkah lebih maju, tapi ternyata om derajat tidak mau, mamah mendapatkan pengkhianatan nduk ,"
"pengkhianatan mah,??" akus edikit tidak mengerti, usia hubungan selama 17thn masi tega untuk adanya pengkhiatanan? aku sempat berfikir jika om derajat itu sakit, benar benar benar sakit , ya ... mungkin tepatnya sakit jiwa, kurang apa coba mamah sri? mamah itu cantik, putih, orang mampu dalam materi mungkin malah berlebihan , keturunan darah biru kalo dulu orang bilang, tapi kenapa ???mamah kembali mengembangkan senyumnya
"ternyata om derajat sudah menikah 2 tahun yang lalu"
astaga !!! ini jauh jauh lebih sakit berjuta kali lipat yang kurasakan kemarin ,
aku berkaca - kaca mendengarnya
"mamah tau dari mana?" tanyaku masi penasaran

aku benar benar melihat diriku pada mamah saat itu,
" terus mah?" aku terpaku melihat cerita mamah , sperti anak kecil yang sedang dibacakan cerita dongeng,imajinasiku mulai bermain, aku sudah membayangkan kota surabaya jaman dahulu, padahal aku belum pernah tau sperti apa kota surabaya itu, tapi aku benar benar sperti menonton film klasikal, seperti film jaman ongky alexander sama paramita rosadi masi pacaran.
" ya setelah mamah telusur telusur nduk, ternyata mamah ketemu, dan kamu tau nduk, ternyata om derajat uda punya putra 2 , mamah uda tau jawabne semuan nduk, sing mamah sesali, ngapa dia tego mbohongi mamah sejauh itu?mamah sampe sulit menata kembali hidup mamah , nduk , tapi mamah must tetep berjalan nduk tetep , mamah hars punya jodo dan buka lembaran baru, walaupun sesakit apapun dan sesusah apapun berjalan,dan sekarang , mamah malah sama papah , suami terbaik buat mamah, dan cuma papah yang mampu mengobati luka mamah saat itu, ternyata pilihan Allah lebih baik dari pilihan mamah kan?" wah .. mungkin kalo dijaman era sekarang cerita mamah sri ini uda aku rekomendasikan ke reality show termehek mehek. bener bener suatu kenangan masa lalu yang sulit dilupakan. aku tetap diam dan tak mampu untuk berkata, aku merasa malu dengan diriku sendiri, seperti ditampar rasanya, sadarku sulit, mengertiku benar benar perlahan,
"makanya , sekarang, tenang aja, wong jalanmu masi panjang, ya? sekarang dibungkus rapi, di tali , kalo perlu digembok dan dikunci, dan sekarang beli buku baru dan membuka lembaran baru, nduk " katanya sembari mengusap kepalaku
ku seka air mataku , aku tersenyum ,dan mengangguk mengerti sekarang. bahwa sanya, sesuatu yang terbaik bagi kita, belum tentu menjadi jalan terbaik juga yang diberikan kepada kita. kita pasrahkan semua sesuai dengan kehendaknya ^^d
0 komentar:
Posting Komentar