ku berbaring dalam pembaringan jati tua dalam ruangan ber cat ungu dengan satu pintu, dibawah jendela , dengan tirai yang dibuka dua pertiga. Memandang awan membiru yang mulai memucat, sudah lebih dari 840 jam aku menikmati posisiku, menatap jendela kamar yang berkusen warna kecoklatan, memandang pergantian waktu dari cerah menjadi gelap, memandang mentari yang berubah arah, dari memandangku , menyapaku, hingga temaram meninggalkanku, selebihnya hujan terkadang menyapaku, dengan hembusan angin yang kering dan dingin. terkadang aku juga melihat halilintar dai kacanya.tak ada yang mampu ku lakukan , hanya menikmati pembaringan yang telah lama memeluk dan menopang badanku. tak ada yang mampu ku lakukan.
"Kenapa melamun?" tanya wanita seusiaku berdiri di tengah pintu.
aku hanya tersenyum menatapnya, dia yang selalu ku tunggu ketika siang telah datang. menceritakan keceriaan anak anak didikku ketika belajar.
" Gimana keadaannya? sudah baikan? " tanyanya sembari meletakkan sekantung kresek hitam ,
" alhamdulillah mbak , " jawabku sembari mencoba bangun dari posisiku. dan dia membantuku untuk bangun.. " ada soto kesukaanmu, tadi bapak Aji datang ke sekolah, menitipkannya kepadaku, untukmu."
" makasih mbak , Aji gimana? suda ada perkembangan?"
" aku tak mengerti Ra, entah kau menggunakan pelet apa untuk menakhlukkannya, dia hanya mau menurut kepadamu"
" hahaha, benar kah?dia memang penurut mbak"
"apa kau tau? dia baru saja melemparkan vas bunga kepada Bu Siti ketika pelajaran matematika hari ini,"
"ha? lalu?"
" ya pecah ... "
" Aji tak mungkin marah jika dia tak di goda mbak, memangnya siapa yang menggodanya? atau ada yang menggoloknya" kataku sembari membenarkan posisiku yang kurang nyaman
" Dia merindukanmu.... "
aku diam , tak menatapnya .... kaget di buatnya.
"dia ingin kau yang mengajarkan matematika."
aku hanya tersenyum , memandang jauh ke jendela.memikirkan sesuatu yang membuat hatiku pilu.
"aku masi belum bisa mbak" kataku dengan nada datar
" kenapa? bapak kepala sekolah tidak memecatmu, dia masi berharap kau masuk kerja lagi, anak anak sudah banyak yang merindukanmu, mereka mengerti dengan keadaanmu Ra."
aku masi diam ....
" cari saja guru penggantiku secepatny saja lah mbak ..."
" Mereka tidak mau Ra, mereka maunya kamu "
" Banyak yang lebih sempurna mbak .... banyak yang lebih baik dariku"
" tapi tak ada yang mereka sayangi kecuali dirimu,Ra. Ayolah ... ketua yayasanpun juga maunya kamu yang mengajar lagi..."
" aku tak bisa mbak "
" Tapi Ra. ...
" Jangan paksa aku mbak ... " kataku dengan nada yang lebih tinggi
" Kenapa tak bisa?? beri aku alasan ... "
"Ya karena aku bukan seorang yang sempurna !! aku belum siap untuk dipandang dengan pandangan aneh , oleh anak - anakku"
" mereka akan mengerti .... "
" mereka masi kecil mbak , mereka bisa menahan kata- kata yang terlontar dari mulutnya , tapi aku tak bisa melihat mereka melihatku dengan keadaan seperti ini, memandangku dengan pandang iba kepadaku"
" Mereka tak akan seperti itu Ra .. " katanya masi sembari menatapku tajam
" Kau tak mengerti mbak!!!" aku mulai terbawa emosi , suaraku mulai parau
" Banyak Ra yang tak sempurna seperti kau, dan tetap mampu untuk mengajar, aku percaya mereka akuan lebih mengerti keadaanmu, mereka tak akan menyakitimu, percayalah kepadaku"
" Kau benar - benar tak mengerti mbak!!!!"
" Banyak Ra yang tak sempurna seperti kau, dan tetap mampu untuk mengajar, aku percaya mereka akuan lebih mengerti keadaanmu, mereka tak akan menyakitimu, percayalah kepadaku"
" Kau benar - benar tak mengerti mbak!!!!"
"Aku CACAT!!!" kataku sembari melepaskan seluruh airmata yang sudah mengintip dari awal pembicaraan kami .
"Tak ada guru CACAT mbak, tak ada guru yang tak bisa berdiri , tak ada guru yang hanya punya satu kaki, tak ada guru yang tdak bisa menulis dipapan tulis mbak, tidak ada!!!!!" kataku menangis sejadinya, dengan suara yang tercekat dan tertekan. dia menatapku nanar, matanya memerah, wajahnya berubah, aku menangis dengan kepedihan yang mendalam, entah apa yang ku sesali, entah apa yang aku tangisi. aku suda berjanji tak akan menangis , tak ada yang perlu disesali semua benar benar suda terjadi. ini juga karena kesalahanku, kelalaianku. tak ada yang perlu di tangisi. tapi hatiku masi terasa perih jika membahas keadaanku saat ini. jika aku seorang pelari , mungkin aku sudah sampai di garis finish. sudah tak ada yang perlu dilakukan. suda terlanjur terjadi.,
jika saja aku tak menyusulnya, dan seandainya saja aku mengendarai motorku dengan benar, dan seandainya saja aku tak menangis ketika dijalan, tak akan seperti ini, aku tak akan kehilangan satu kaki indah yang di titipkan kepadaku, untuk membantuku kemana aku pergi.
"maafkan aku ... " katanya sembari menundukkan wajahnya Aku menangis dan memeluknya.
" Aku masi ingin tenang mbak, sakit hatiku terlalu dalam, aku tak hanya luka luar mbak, aku juga punya luka dalam" dia semakin memelukku erat. mendekapku dan ikut terisak dalam tangisnya
" aku tak mau di kasihani mbak ... aku tak ingin dikasihani... , aku belum siap menerima keadaanku seperti ini .... "
dia membelaiku, " iya aku mengerti ... maafkan aku, aku hanya ingin , kau sedikit terhibur , aku tau kau pasti jenuh disini " katanya sembari melepaskan pelukannya
" sangat mbak ... tapi aku belum bisa siap untuk menerima tatapan mereka"
" Iya aku mengerti .... sekarang istirahatlah "
aku masi terisak dalam tangisku, mulai mengatur nafasku. " aku harus pergi, Mas Dimas suda mau pulang, aku belum memasak untuknya "
aku tersenyum dan mengangguk,
" jangan lupa sotonya dimakan ya? "
aku mengangguk lagi dan berkata " terimakasih... salamkan kepada Aji ya, aku juga merindukannya"
dia berdiri dan berjalan ke arah pintu, " Mbak .... " dia membalikkan badannya dan menatapku
"Allah selalu memberikan yang terbaikkan untuk kita kan ?" tanyaku sembari menitik kan air mata
Mbak mendekat kembali , memelukku, dan berkata "Pasti ..... "
0 komentar:
Posting Komentar